Monthly Archives: Oktober 2013

Gelas Terisi Setengah

half full glass

half full glass

Pernah lihat gambar gelas di atas kan? Pasti pernah, kalau belum kebangeten, masak belum pernah minum air putih trus nyisa di gelas? 🙂

Nah, gelas yang terisi setengah ini memicu perdebatan yang tidak selesai ujung pangkalnya dan sampai kapan pun. Gambar itu disebut half-full half-empty.

Bagi sebagian orang, memandang setengah kosong. Ya, fokusnya sisi atas yang kosong. Apakah salah? Tidak juga. Sebagian lagi bilang setengah terisi. Yang ini fokusnya di sisi bawah yang terisi. Ini juga benar.
Dan memang aktual isi gelasnya cuma segitu kan? Anekdotnya, pada saat orang-orang berdebat, si pesimis mengatakan setengah kosong dan si optimis mengatakan setengah isi, si oportunis sedang meminum air di gelas itu 🙂

Jadi saya tidak akan berdebat mana yang benar, tapi selalu ada 2 sisi untuk kita melihat segala sesuatu. Dan apalagi saat kita mendapat, melihat masalah, sekali lagi saya tuliskan, selalu ada 2 sisi untuk kita melihat.

Mengutip pernyataan Aa Gym, terkadang yang bermasalah adalah cara kita memandang masalah, bukan masalah itu sendiri. Dan saya ingat juga pada sebaris kalimat, entah siapa yang berkata, apa yang kita alami hanya mendominasi 10% dalam hidup kita, dan 90% sisanya adalah sikap kita pada yang 10% tadi.

Beberapa pekan lalu saya mendengar cerita, menarik! Tapi saya tidak tahu apakah cerita beneran atau karangan, tapi relevan dengan apa yang kita bicarakan saat ini.

Seorang ibu datang ke psikolog dengan wajah lesu.
“Saya mengalami depresi”, kata sang ibu kepada psikolog. “Bisa diceritakan apa yang terjadi bu?”, psikolog memulai menggali informasi.
“Saya depresi, akibat suami saya tidurnya mendengkur, ngoroknya keras sampai saya tidak bisa tidur. Saya kurang istirahat, tidak bisa menyelesaikan pekerjaan rumah tangga, pekerjaan kantor. Emosi saya tidak lagi terkendali.”
Sang psikolog tersenyum mendengarkan cerita si ibu.
“Saya ingin mengajak ibu melihat disisi yang berbeda, apa yang dulu membuat ibu jatuh cinta dan menikah dengan bapak?” Si ibu terdiam. “Ini pengalaman saya bu, selama sekian tahun membantu beberapa orang seperti ibu. Suami atau bapak, jika tidak terdengar ngoroknya justru ibu harus lebih bertanya, kemana? Biasanya cuma 2 kondisi suami jika tidak terdengar ngorok, meninggal yang artinya pindah ke liang lahat atau pindah ke pelukan wanita lain. Saya tidak menakut-nakuti ibu, tapi ini realita pengalaman saya”, kata sang psikolog setenang mungkin.
Si ibu terdiam, merenung. Kemudian pamit dan berlalu.
Selang berapa hari,  si ibu yang sama kembali ke psikolog dan kali ini ceria. “Saya berubah pandangan setelah mendengar nasihat kemarin”, katanya sambil tersenyum. “Saya sekarang bahkan tidak bisa tidur jika belum mendengar ngoroknya suami saya, karena saya tahu suami saya ada di sebelah saya, dan saya juga tahu dia ada untuk saya. Kami bahkan sudah saling berbagi dan suami saya tertawa dengan konsultasi saya ini”, ceritanya sambil tersenyum berseri.
Sang psikolog hanya tersenyum.

Apa moral story dari cerita di atas?
Bukankah selalu ada 2 sisi cerita yang bisa kita baca dari ngorok? Apakah kita melihat sebagai masalah, atau dilihat sebagai anugerah, atau dilihat sebagai penyemangat? Pilihan itu ada pada anda 🙂

Masih ingat dengan postingan saya persis sebelum tulisan ini? Selalu Berpikiran Positif? Pikirkan Sekali Lagi 🙂 Nah disinilah letak cara kita mengelola pandangan atau persepsi kita pada suatu hal. Tidak selamanya masalah adalah masalah, sedikit merubah pandangan kita, bisa menjadi bukan masalah, seperti masalah ngorok di atas. Atau gunakan analogi di postingan saya Toilet itu Hebat terlihat tidak semuanya menjadi harus menjadi masalah.

Seperti gambar ini, wajah siapa yang anda lihat? Seorang perempuan cantik muda rupawan? Atau perempuan tua? Anda yang menentukan, bukan saya 😉

optical illusion

optical illusion